Yang pertama adalah hubungan antara hati dan niat.
Secara singkat, niat adalah salah satu bentuk keinginan yang datangya dari hati, dan hal ini sangat dipengaruhi oleh pikiran seseorang, yang juga dipengaruhi oleh ilmu seseorang..
Ilustrasinya…
Seorang ibu di datangi oleh seorang sales yang menawarkan kompor..
Pada tahapan yang pertama, Ibu tersebut belum tertarik atau berniat untuk membeli kompor tersebut..
Tetapi setelah sales tersebut menjelaskan kegunaan kompor tersebut dengan harga yang murah…
Maka, pada tahapan yang kedua, Ibu tersebut mulai sedikit tertarik untuk membeli kompor tersebut, tetapi masih ragu-ragu…
Dan pada tahapan yang ketiga, Ibu tersebut mulai bertanya-tanya tentang kompor tersebut, berapa harganya, bagaimana aftersalesnya, bagaimana perawatannya, dan segudang pertanyaan lainnya..
Setelah informasi yang diperlukan di dapatkan oleh Ibu tersebut, mulailah timbul niat untuk membeli kompor tersebut..
Sampai pada akhirnya, Ibu tersebut membeli kompor tersebut dan memanfaatkannya dalam kegiatan memasakan sehari-hari…
Ilustrasi di atas bisa kita gunakan juga untuk pendekatan dalam memahami hubungan antara informasi / ilmu yang mempengaruhi hati dan melahirkan niat sampai terbentuklah satu perbuatan (amal).
Melalui pendekatan dari ilustrasi di atas, dalam konteks ibadah, seseorang sebaiknya harus mengetahui (memiliki informasi / ilmu) yang cukup agar tergerak hatinya dan melahirkan niat untuk melakukan amal kebaikan. Jika ilmu yang ia miliki kurang, maka ibadah dapat dipastikan akan menjadi satu beban yang memberatkan dirinya. Tetapi, jika ilmu yang ia miliki cukup, maka ibadah merupakan satu kebutuhan bagi dirinya.
Hal ini sebagaimana dinyatakan melalui hadits Rasulullah ; “ Sesungguhnya amal (perbuatan) itu bergantung dari niatnya….”. Yang juga semakna dengan ungkapan ulama bahwa ‘amal (perbuatan) tanpa ilmu sesat, dan ilmu tanpa amal lumpuh”. Jadi bisa kita simpulkan, bahwa , ilmu sangat mempengaruhi hati, membentuk niat, dan mempengaruhi amal (perbuatan) seseorang dalam segala aspek kehidupannya.
Ibadah sesungguhnya merupakan satu kebutuhan bagi manusia, Al Quran menyatakan hal ini di banyak sekali ayat ayat-nya. Salah satunya bentuk ibadah adalah shalat. Hanya melalui informasi yang cukup (ilmu) yang dapat merubah paradigma kita tentang shalat. Dari shalat merupakan satu kewajiban, menjadi shalat merupakan satu kebutuhan. Satu kebutuhan sudah pasti wajib di penuhi, tetapi satu kewajiban belum tentu kita membutuhkannya. Terkadang, jika kita tidak merasa membutuhkan, maka kewajiban untuk memenuhinya pun boleh jadi sering di lalaikan. Maka, untuk tetap menjaga hati dan niat dalam beribadah, yang perlu kita lakukan adalah menambah informasi (ilmu) yang cukup agar dapat merubah paradigma kita tentang ibadah itu sendiri.
Hal yang kedua adalah istiqomah atau kontinuitas dalam beribadah…
AL-ISTIQOMAH
Istiqomah adalah teguh dan terus menerus di atas agama, yaitu senantiasa taat pada Alloh dan menjauhi segala yang mendatangkan murka Alloh. Istiqomah meliputi urusan zhohir dan batin, yaitu amalan jawarih (anggota badan) dan amalan hati.
Istiqomah dalam beribadah yang terbaik adalah ibadah secara berkesinambungan. Jika sekarang shalat 5 kali sehari, lanjutkan terus dengan shalat 5 kali sehari.Jangan sehari shalat besok tidak, besoknya lagi shalat atau sesempatnya dan sesukannya, dengan aturan sendiri. Ini namnya tidak istiqomah atau tidak konsisten. Jagalah istiqomah atau kekonsistenan ini demi meraih karamah dari Allah.
Sedangkan istiqomah dalam bekerja bisa diartikan sebagai “ia ikhlas bekerja karena Allah, ia bekerja secara sungguh-sungguh untuk mendapatkan rizqi yang halal karena ketaatannya kepada Allah, serta ia bekerja itu tidak melanggar ketentuan-ketentuan Allah, ia bekerja dengan jujur dan rajin sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah”.
Mari kita kembali pada ilustrasi seorang ibu dan sales yang menawarkan kompor.
Ternyata, setelah timbul niat untuk membeli kompor tersebut, harganya cukup mahal, dan sang ibu tersebut hanya bisa membeli kompor tersebut dengan pembayaran angsuran. Katakanlah, harga kompor tersebut Rp. 500.000, dan si ibu harus membayar angsuran sebesar Rp. 50.000 setiap bulannya.
Karena niat yang teguh untuk mendapatkan kompor tersebut, maka Ibu tadi memberikan komitmennya untuk membeli kompor tersebut dengan pembayaran angsuran sebesar Rp. 50.000 setiap bulannya, selama 10 bulan.
Ilustrasi ini bisa kita gunakan sebagi pendekatan untuk memahami istiqomah dalam konteks ibadah. Salah satu makna dari Istiqomah adalah melakukan kebaikan secara terus-menerus (berkesinambungan / konsisten). Kebaikan yang dilakukan oleh manusia terus menerus disebabkan karena manusia juga membutuhkan kebaikan terus menerus selama hidupnya di dunia. Dan yang lebih besar lagi adalah mendapatkan kebaikan yang ia lakukan di dunia secara terus menerus itu untuk kehidupan di akhirat.
Surga adalah tempat yang di idamkan oleh setiap manusia, tempat kembali yang penuh dengan kenikmatan, keindahan yang belum pernah manusia rasakan. Ini adalah satu pencapaian besar yang perlu upaya dan pengorbanan. Dan untuk melakukan hal itu, tiada kata lain selain istiqomah.